Seminar :Menjadi Mahasiswa Enterpreneur

Seminar di Universitas Darussalam Gontor yang terbilang baru setelah transisinya dari Institut Studi Islam Darussalam pada 2014 lalu bisa dibilang menjadi aktivitas rutin mahasiswa. Karena hampir pada tiap minggunya diadakan seminar dari berbagai program studi dan mengundang narasumber dari berbagai lembaga dan daerah. Ada narasumber dari dalam kota Ponorogo adapun dari Jakarta, Surabaya bahkan dari Malaysia, Arab Saudi dan lain sebagainya. Maka bagi saya yang menuntut ilmu di Universitas ini merupakan suatu kebanggaan tersendiri (meskipun tidak semua seminar saya ikuti).
Suasana Seminar di Hall CIOS UNIDA Gontor



Sejujurnya saya lebih suka mendengar seminar, kajian, diskusi dan semacamnya. Menurut saya dengan mendengar kita mendapat ilmu secara instan, maka saya ber-prinsip kalo ada seminar di UNIDA gimana caranya harus ikut entah siapa pembicaranya, kalo temanya oke langsung daftar, ngga sempat daftar ya langsung datang aja.

Pagi ini program studi Teknik Industri Pertanian mengundang narasumber dari Universitas Padjajaran yakni Dr. Dwi  Purnomo, S.TP., MT. beliau adalah dosen Fakultas Teknologi Pertanian UNPAD dan pembina Forum Kreatif Jatinangor dan pembina forum pengusaha lainya. Adapun narasumber kedua adalah Mas Widi Yuritama Putra seorang entrepreneur muda asli Ponorogo yang memiliki produk Nasi jagung instan Dank Je salah satu inovasi dalam mengolah nasi jagung, beliau juga penulis buku.
Dr. Dwi Purnomo (pembicara), Mas Widi Yuritama Putra (paling kiri)

Materi yang disampaikan oleh Bapak Dwi Purnomo adalah Technopreneurship. Di awal beliau menjelaskan mengenai program 1000 sepatu yang dibinanya. Program ini adalah hasil dari pengamatan beliau mengenai sebuah acara sosial yang mengundang anak dhuafa atau kurang mampu ke suatu hotel untuk makan - makan dan mendapat hiburan dan menghabiskan uang yang tidak sedikit jumlahnya namun efeknya terbilang singkat. Dengan fenomena ini lahirlah ide untuk memberi anak - anak tersebut sepatu yang mana dapat memberikan efek jangka panjang, adapun sepatu - sepatu yang diberikan adalah hasil dari pengrajin sepatu binaan beliau, sehingga timbul simbiosis mutualisme dalam program ini, yakni donatur dapat mensedekahkan donasinya, para dhuafa mendapat sepatu yang memberikan efek jangka panjang, para pengrajin-pun mendapat keuntugan. Dari hal ini saya dapat menyimpulkan bahwa dalam memberikan atau menjual sesuatu kita perlu mempertimbangkan efek yang dihasilkan objek tadi, dan juga manfaat yang dihasilkanya apakah hanya dapat dirasakan sendiri dalam waktu singkat atau sebaliknya manfaatnya berkepanjangan dan untuk banya kalangan.

Beliau juga menjelaskan konsep Creative Leader, yakni menjadi pemimpin yang kreatif, antara tujuan dan akibat. Contohnya adalah mendapat nilai A merupakan akibat, bukan tujuan. Melalui proses belajar yang baik dengan tujuan mencari ilmu maka akibatnya adalah mendapat nilai A. Begitu halnya dalam usaha, uang bukanlah tujuan namun akibat dari proses yang baik dan bermanfaat. Jika kita menjadikan nilai A atau uang tadi tujuan maka kita akan melakukan segala cara untuk mendapatkanya tanpa melihat baik buruknya cara yang kita tempuh.

Menurut dosen yang telah menempuh program doktoralnya di Institut Pertanian Bogor ini Entrepreneurship hendaknya menjadi jiwa yang melandasi setiap insan untuk berkarya dengan usaha terbaiknya, dengan menumbuhkan passion serta niat baik untuk berkontribusi positif bagi lingkunganya. Salah satu hal yang harus dimiliki tiap entrepreneur adalah passion yakni kita harus tau dimanakah letak kemampuan kita, jadi dengan mengetahui letak kemampuan kita profesi atau usaha yang kita pilih tidak akan berat kita rasakan bahkan kerja tak berasa kerja. Beliau menambahkan perlunya kita membuat daftar antara potensi dan masalah kita, kebanyakan anak muda sekarang pintar mencari masalah tapi tidak mengetahui kemampuan dirinya sendiri. Inilah ketakutan terbesar kita yakni dimana manusia tidak tahu potensi dirinya karena terlena dengan keadaan sekitar.

Ada hal lain yang menarik yakni adalah cara berpikir. Dalam melihat sesuatu mayoritas orang hanya melihat hal dari permukaan saja. Bisa kita ambil contoh dari (tanpa ada maksud merendahkan) supir angkot yang kita nilai kalo ngetem lama, cara nyupir-nya brutal, suka ngoper penumpang. Kita menjustifikasi itu semua kepada supir angkot, ini adalah hal yang kurang adil sebenarnya karena kita tidak merasakan apa yang dirasakan oleh supir angkot tadi, supir angkot kepanasan, lelah, jengkel juga mungkin, itu semua hal - hal yang tak dapat kita rasakan. Maka perlunya sebelum menilai sesuatu kita melihat dari berbagai sudut pandang jangan hanya mementingkan ego diri sendiri. Gimana rasanya jadi konsumen yang lagi buru - buru terus ngantri panjang, gimana rasanya beli sesuatu tapi servisnya kurang menyenangkan dan lain sebagainya. Dalam kehidupan perlunya kita menghargai pendapat orang lain, contoh mudah saja jika kita curhat kepada seseorang kita tak ingin jawaban dari orang itu karena kita tahu jawaban atas permasalahan kita, yang kita butuhkan hanyalah pendengar yang baik karena kita ingin mengeluarkan curahan hati kita. Perlu kita sadari bahwa sekarang kita membutuhkan kolaborasi dalam usaha.

Dalam proses kreatif ada tahapan yang terkadang pasti kita lalui diantaranya
1. This is going to be awesome (kita melihat suatu ide atau hal tersebut menarik)
2. This is hard (merasakan kesulitan dalam menjalaninya)
3. This is terrible (kita mulai jatuh)
4. I'm terrible (kita sadar bahwa kita jatuh dan mulai introspeksi diri)
5. Hey, Not bad. (kita mulai memperbaiki diri hasil dari introspeksi diri)
6. That was awesome (mulai bangkit kembali)

Siklus ini biasa terjadi dalam kehidupan entah disadari maupun tidak. Beliau menambahkan jika permasalahan yang kita hadapi semakin rumit dan pelik berarti kita berkembang dan naik level lain halnya jika permasalahanya sama saja maka perlu meningkatkan diri. Perlu kita sadari pula masalah pasti muncul dan pasti ada maka kita perlu meyiapkan diri kita untuk menghadapinya.

Beliau juga beranggapan ada empat senjata kesuksesan untuk menjadi enterpreneur yakni ketrampilan, visi, keyakinan dan rasa syukur. Semuanya melengkapi satu sama lain.
Ketrampilan adalah hal yang pasti dimiliki setiap manusia kita hanya perlu mengasahnya untuk menjadi profesional. Ketrampilan tanpa visi menjadikan kita berjalan tanpa tujuan. Begitu juga keyakinan tanpa rasa syukur menjadikan kita orang yang tidak pernah puas. Kembali lagi kepada topik awal tadi yakni manfaat apa yang bisa kita beri, bukan hanya mengejar materi.

Kemudian sebelum mengakhiri sesinya beliau menjelaskan mengenai pentingnya konsep. Sebagai entrepreneur kita harus memiliki konsep yang amazing, okelah hasil boleh sama, karya bisa ditiru namun konsep tak bisa ditiru. Bapak Dwi memberi contoh tentang penjual soto di daerah Jawa Barat yang menata mejanya dengan arah memutari bakul penjualnya, penjelasanya bahwa orang Bandung khususnya tidak suka makan sendirian jadi dengan konsep meja tadi pembeli bisa makan bersama - sama meskipun tidak saling kenal, sungguh unik dan menarik. Maka perlunya bagi kita untuk berpikir lebih dalam dan jangan hanya melihat dari satu sudut pandang.

Secara umum saya nilai seminar ini sangat inspiratif bagi saya. Terima kasih kepada semua pihak yang telah menyelenggarakan acara ini. Mengenai pembicara kedua sengaja tidak saya cantumkan (tak ada maksud merendahkan) memang saya nilai tulisan ini sudah cukup panjang. Overall they're awesome,

Penulis (hijau)
Di sesi pertanyaan saya mencoba berkali - kali untuk mengangkat tangan namun moderator tidak menunjuk saya padahal saya duduk di kursi bagian tengah, baris kedua dari depan, dan saya yakin moderator mengenal dan melihat saya. Tak apalah saya rasa penjelasan dari kedua narasumber sangat cukup dan perlu segera dipraktekkan. Saya kutip dari narasumber kedua yakni Mas Widi "sejuta teori tak akan mampu mengalahkan satu tindakan" memecah batu bisa menggunakan palu, gergaji, alat berat lain, namun tanpa dipraktekkan itu semua hanya teori.


Komentar

Postingan Populer