Terlalu Indah Dilupakan, Kenangan Bersama Dr. Dihyatun Masqon
Hari ini Rabu Pagi 28 Februari 2018 berita duka telah menyelimuti keluarga
besar Pondok Modern Darussalam Gontor. Salah satu kader besarnya telah
dipanggil ke rahmatullah tepatnya pukul 09.45 wib di Rumah Sakit Angkatan Darat
Jakarta. Dalam waktu singkat ribuan doa memenuhi grup whatsapp saya. Setelah
pulang perkuliahan mahasiswa dihimbau untuk pergi ke masjid guna melaksanakan
shalat dzuhur berjamaah dan dilanjutkan pengarahan dari Dr. Setiawan terkait prosesi pemakaman almarhum.
Perbincangan Dr. Dihyatun Masqon dengan Moazzam Malik, Dubes Muslim Inggris untuk Indonesia |
Tulisan ini saya buat semata-mata karena pengalaman berharga saya
bersama almarhum yang menurut saya perlu diketahui para pembaca. Karena saya
pribadi sudah mengenal Dr. Dihyah (panggilan akrab almarhum) sejak duduk di
bangku kelas 6 KMI tepatnya pada tahun 2014 lalu. Dan memang kemampuan beliau
di bidang sastra dan bahasa amat terkenal dikalangan santri.
Almarhum merupakan figur yang inspiratif, teladan yang selalu ceria, dosen
yang tak pernah bosan mendidik dan mengajar mahasiswanya. Beliau merupakan
alumni Pondok Modern Darussalam Gontor tahun 1977.
Suatu kebanggaan bagi saya karena kita berasal dari konsulat yang sama
yakni Konsulat Semarang. Sekedar pengetahuan Gontor memiliki ribuan santri yang
berasal dari berbagai daerah di Indonesia dan Luar Negeri, dalam upaya
menanamkan ukhuwwah maka dibentuklah organisasi santri dengan basis ke-daerahan.
Ada konsulat Priangan, Jakarta, Surabaya dan seterusnya.
Beliau dilahirkan di Kendal 28 Mei 1957 kemudian tamat KMI Gontor 1977. Melanjutkan
studi strata I di Islamic University of Madinah Munawwarah selesai pada 1982,
kemudian strata II diselesaikan pada 1986 di Punjab University, Pakistan.
Kemudian program doktoral ditempuh di Jamia Millia, India dan selesai pada
2003. Beliau merupakan Wakil Rektor III Universitas Darussalam Gontor bidang
Alumni dan Kerjasama.
Sesi Perfotoan Rektorat UNIDA Gontor dengan Lukman Hakim Saifuddin Menteri Agama RI. |
Saya pribadi sangat mengagumi almarhum dalam berbagai aspek dari perangainya, santun ucapanya,
dan tegas dalam mengambil keputusan.
Interaksi saya yang pertama kali kepada almarhum adalah ketika Acara
Pembekalan Siswa Kelas 6 tahun 2014. Saya ingat sekali momen tersebut, pagi
hari kala itu Aula Gedung Robithoh diselimuti dengan rasa penasaran para siswa
kelas 6 akan UNIDA Gontor, beliau menyampaikan presentasi tentang Kerjasama
Luar Negeri dan Profil Alumni Universitas Darussalam Gontor pukul 09.30 selepas
istirahat sesi dimulai.
Seperti biasa beliau menyampaikan presentasi dengan bahasa arab dan
bahasa inggris yang sangat fasih dan membuat kagum kami semua kala itu.
Interaktif dan atraktif adalah ciri khas beliau. Sehingga kami tidak bosan
mendengar materi yang disampaikan.
Selesai materi ada sesi singkat untuk tanya jawab, tanpa ragu saya angkat tangan untuk bertanya langsung kepada almarhum. Pagi itu ada dua
orang penanya yang almarhum pilih dan kedua-duanya merupakan santri asal Semarang. Saya dan kawan saya di Pengurus Bahasa Wildan Lazuardi.
Dengan bangga saya menyampaikan beberapa pertanyaan dengan bahasa
inggris dan menyatakan bahwa saya berasal dari Semarang. Diawali dengan senyum
lebar dan secara spontan beliau menyampaikan kebahagiaanya bisa bertatap muka
dengan kami, guru dan santri yang berasal dari Semarang.
Inilah salah satu hal yang membuat kami bangga dengan guru-guru kami.
Dr. Dihyah (jas abu-abu terang) bersama dosen UNIDA dan tamu dari Malaysia |
Momen indah lain adalah ketika Ramadhan tahun 2017 lalu. Saya merupakan
panitia dari Kampung Ramadhan UNIDA dan menjadi salah satu koordinator di acara
tersebut. Saya meng-handle acara
Kajian Indah, yakni kajian sore hari menunggu waktu berbuka.
Dr. Dihyah merupakan pembicara dalam Kajian Indah dan tentunya saya sebagai
koordinator sempat beberapa kali berkunjung ke rumah almarhum.
Satu waktu saya kerumah beliau di siang hari tepat selepas dzuhur. Kondisi
ketika itu ada seorang staf driver kampus tengah menunggu beliau di halaman
rumah. Seketika saya menuju teras rumah dan mengetuk pintu rumah, sesaat kemudian beliau
keluar dengan menggunakan batik lengan panjang berwarna coklat dan kaos kaki
hitam persiapan untuk menghadiri walimah (resepsi pernikahan) di Madiun.
Secara spontan saya merasa kehadiran saya mengganggu kesibukan beliau,
tapi ternyata saya dan staf tersebut diberi kesempatan untuk duduk berbincang
singkat. Saya menjelaskan bahwa sore itu beliau akan mengisi materi Kajian
Indah dan lagi-lagi tanpa menunjukan rasa keberatan beliau menyatakan
kesediaanya dan berjanji akan menyegerakan kepulanganya menghadiri walimah di
Madiun demi mengisi kajian sore itu.
Merupakan kesyukuran mengenal sosok almarhum, karena ditengah kesibukanya
tetap menyempatkan untuk mengisi acara kajian di kampus.
Momen lain adalah suatu maghrib saya dan seorang rekan sekelas asal
Madura yang sengaja ingin meminta nasehat Dr. Dihyah dan berbincang singkat di
rumahnya kala itu. Tepat setelah sholat maghrib kami sowan di kediaman
almarhum.
Tanpa pikir panjang saya ketuk pintu coklat rumah almarhum dan sesaat
kemudian almarhum keluar menggunakan koko putih. Kami cium tangan almarhum dan
meminta izin untuk berbincang singkat untuk sekedar meminta motivasi terkait
dunia kemahasiswaan.
Kami memperkenalkan nama dan daerah asal, namun sesaat sebelum
menyebutkan nama saya, almarhum memotong dan bertanya I know you, are you come from Semarang? saya ingat
sekali mimik wajah almarhum yang mencoba mengingat nama seorang mahasiswanya
yang se-daerah denganya.
Spontan saya jawab I’m Berryl sir, senyum lebar dari wajahnya
terbuka dan berkata ahaa, I see Berryl, ya Berryl. Itulah kami merasa
sangat dekat dan merasa bahwa selain dosen, almarhum juga pendidik, bapak dan
teladan kami.
Momen terakhir di tulisan kali ini adalah ketika saya menjadi panitia
kegiatan Magang Mahasiswa dari Pondok Tebu Ireng. Ketika itu malam hari acara
penutupan tanggal 17 November 2017 kegiatan dimulai pukul 19.00 di Meeting Room
Rektorat. Kegiatan kala itu dihadiri Prof. Amal Fathullah, Dr. Dihyah, Ust. Royyan,
Ust. Taufiq, Ust. Syamsuri, Ust. Umam beberapa pembimbing dari Tebu Ireng, 4 orang
peserta magang dan beberapa kami dari panitia.
Menggunakan jas abu-abu terang yang saya hafal sekali warna dan modelnya, Dr. Dihyah kala itu menyampaikan betapa dekat hubungan Gontor dan Tebu
Ireng. Almarhum menceritakan pengalaman kunjunganya ke Tebu Ireng dan sempat mengisi materi disana dan kenal dengan beberapa
guru-guru disana.
Ditengah-tengah pembicaraan, beliau menyampaikan rasa terimakasih-nya
kepada panitia yang telah berkontribusi dalam acara tersebut dan menanyakan
nama panitia satu persatu. Giliran saya ditanya, spontan dengan mimik almarhum berusaha mengingat nama saya beliau berkata ini
mahasiswa dari Semarang, masmuk ya akhi? (siapa nama kamu?).
Entahlah, bagi saya momen diatas adalah suatu kebahagiaan tersendiri.
Karena ditengah kesibukan almarhum menjadi Wakil Rektor III almarhum selalu mengingat nama-nama mahasiswanya. Termasuk wajah saya yang biasa saja ini bisa tersimpan di memori almarhum ditengah segala keterbatasan
saya sebagai mahasiswa.
Sesi Perfotoan Dr. Dihyah mengenakan jas abu-abu terang bersama peserta magang dari Tebu Ireng |
Merupakan kesyukuran pernah mengenal sosok Dr. Dihyatun Masqon yang murah
senyum, luas ilmu, dan selalu bersedia menyempatkan waktunya untuk sekedar ngobrol
dengan mahasiswanya.
Semoga segala amal Dr. Dihyah diterima di sisi Allah dan disandingkan dengan
para syuhada di sisi-Nya. Semoga kita semua dipertemukan kembali di padang
mahsyar dan mendapat naungan sebagai umat Muhammad Saw.
Semoga kita-kita ini yg memang sudah seharusnya bisa meneruskan perjuangan beliau. Amiin.
BalasHapusNice writing ryl..
insyaAllah
HapusGudd
BalasHapusthanks
Hapus