Skenario Allah Terbaik #1 PKM-M 2018

Ponorogo, 28 January 2019

Kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang saya dan tim jalani sangat memberikan manfaat besar paling tidak bagi diri kami. Manfaat yang ingin saya ceritakan kali ini bukan dari sisi akademis namun dari pribadi saya sendiri sebagai mahasiswa semester lima.
Delegasi PKM UNIDA bersama Dr. Ghozali - Ekspresi Lega Pasca Monev Eksternal

Komposisi tim adalah saya sendiri sebagai koordinator tim, Muzaeni (Jambi), Zakky (Lamongan), Lukman (Nganjuk) dan dibimbing langsung oleh Dr. Ghozali. Selama bersama tim ini, saya mengenal lebih dalam bentuk penelitian lapangan yang melibatkan masyarakat, mengetahui langsung betapa pentingnya schedule dan deadline kemudian selalu berpegang teguh padanya, begitu juga membuktikan betapa berharganya komitmen dalam membuat janji dengan rekan se-tim, dengan pembimbing dan dengan masyarakat.

Sejak menerima surat persetujuan resmi dari Kemenristekdikti sore hari pada bulan 3 April 2018 lalu saya amat senang. Itulah tanda bahwa program yang kita gagas disetujui oleh Kemenristekdikti. Saya amat sadar ketika itu saya hanya mahasiswa semester lima yang tak banyak ilmu dan pengalaman.

Jujur mengikuti kegiatan ini murni dari keinginan kami sendiri, saya ingat sekali penulisan proposal kami dimulai pada hari terakhir kami melaksanakan Ujian Akhir Semester (UAS) Ganjil pada 2017 lalu. Pada umumnya mengikuti kegiatan semacam ini harus melewati proses seleksi internal yang diadakan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Kampus. Namun dengan polosnya kami tak mempedulikan hal itu dengan berpegang pada jadwal yang diberikan oleh Kemenristekdikti bahwa bulan Desember adalah deadline pengumpulan proposal ke web Kemenristekdikti.

Full Team Persiapan Monev - Zakky, Lukman, Me, Muzaeni
Seingat saya pada Desember 2017 pada hari terakhir UAS tersebut saya dan Muzaeni dengan polosnya menuju kantor Fakultas Syariah dengan tujuan menemui Dr. Ghozali, tak lain meminta kesediaan beliau untuk membimbing kami.

Kami menjelaskan kepadanya program yang kami angkat dan meyakinkan beliau agar berkenan menjadi pembimbing, mengapa beliau? Dalam pikiran saya ketika itu adalah beliau dosen Fakultas Syariah yang memiliki kompetensi di bidang zakat dan Saya, Zakky, Lukman merupakan mahasiswa Fakultas Syariah. Ya, sesederhana itu.

Dengan berbagai pertimbangan akhirnya beliau menyetujui permohonan kami. Perlu diketahui bahwa kegiatan setelah UAS adalah liburan, dengan sistem pesantren maka kondisi kampus memang kosong saat itu, jadi sebenarnya kondisi ini bisa dibilang cukup menguntunkan bagi kami, karena sisa deadline kurang lebih 10 hari dan progress proposal baru mencapai 10%.

Singkat cerita program yang kami proyeksikan berjalan selama enam bulan dan sudah berakhir namun menyisakan pengalaman berharga bagi saya.

Kewajiban bagi seluruh peserta yang lolos program ini adalah mengikuti kegiatan Monitoring and Evaluating (Monev) yang diselenggarakan oleh Kemenristekdikti, kami mengikutinya di salah satu Universitas PGRI (UNIPMA) Madiun. Ya namanya juga evaluasi pasti banyak catatan yang diberikan oleh pemonev, nah setelah mengikuti monev tentu ada beberapa perbaikan yang harus kami penuhi. Seingat saya monev itu bulan 17 Juli 2018 maka kami diberi waktu kurang lebih 30 hari untuk menyelesaikan perbaikan dan laporan akhir kegiatan.
Delegasi PKM - Fitron, Zakky, Muzaeni, Me, Muwaffaq

Lagi-lagi ini termasuk kelalaian kami, dari bulan Juli 2018 saat itu hingga bulan Desember 2018 saya sama sekali tidak menghadap ke dospem. Entah mengapa, tapi yang saya rasakan program ini tidak maksimal, kurang inilah, kurang itulah maka saya merasa tidak pantas untuk menyelesaikan program ini, masih banyak kekurangan.

Jujur saya agak ngumpet-ngumpet dari beliau, jika saya kekantor prodi atau fakultas saya selalu memastikan agar tidak menemuinya. Malu sih iya, tapi gimana gitu. Ketika sholat dzuhur di masjid juga begitu, Dr. Ghozali yang saya kenal selalu mengikuti sholat dzuhur berjamaah di masjid kampus, shof depan bagian selatan didepan jam besar sering menjadi tempat pilihan beliau. Maka saya juga sering menyembunyikan diri disana, kadang sholat dibelakang tiang atau agak menjauh dari posisi beliau.

Lambat laun saya sadar, yang saya lakukan sangat tidak dibenarkan, sudah merupakan tanggungjawab saya sebagai koordinator tim untuk menyelesaikan apa yang saya perbuat. Memang malu, berat, nyesek juga, tapi saya sadar inilah proses kehidupan. Hal-hal semacam inilah yang membangun pribadi kita, disinilah kita belajar cara bersikap, cara menyelesaikan masalah, cara mengadapi orang.

Jujur juga saya takut dimarahi beliau, karena tanggungan yang belum saya laporkan, saya yakin sekali kalau beliau merasa jengkel karena kami belum segera menghadap untuk laporan dan meminta beliau membubuhkan tandatanganya.

Cukup sering saya berdoa agar Allah memberi saya petunjuk untuk menyelesaikan masalah ini. Akhirnya pada Kamis 10 Januari 2019 lalu saya bersama tim memberanikan diri menghadap beliau. Resiko terberat sudah saya bayangkan mungkin dimarahi dikantor fakultas didepan dosen-dosen lain, atau mungkin beliau tidak mau ditemui, atau kami diacuhkan atau mungkin hal lainya.

Dengan mengucap bismillah kami menuju kantor fakultas saya ingat sekali saat itu pukul 09.00 WIB didepan kantin lantai dua Gedung Terpadu, beliau terlihat mengenakan kemeja biru dan jasket warna krem. Rasa mual pun datang ketika melihat beliau dari kejauhan.

Kami mendekat dan saya sebagai juru bicara menyampaikan “mohon maaf ustadz, kira-kira ada waktu nda yah?, kami ingin menemui antum”. Sungguh saya tidak menyangka bukan raut geram yang saya lihat namun senyum beliau yang saya lihat. Seketika beliau menjawab “ehh kemana saja kalian, lama ngga ketemu, yaudah ayo ke kantor”.

Kami mengikuti langkahnya menuju kantor ada dua orang dosen dan seorang staf berada disana, dan kami dipersilahkan duduk di meja meeting berbentuk persegi panjang dan wajah kami berhadapan dengan beliau.

Saya ingat sekali hal pertama yang saya sampaikan adalah mohon maaf, “Kami disini ingin mengucapkan permohonan maaf ustadz, sudah kurang lebih lima bulan sejak monev tidak pernah menghadap antum, sejujurnya saya merasa bersalah sebagai koordinator.”

Beliau tersenyum dan menjawab “Nah kalian kemana aja lho, masa ngga ada kabar dari setelah monev sampai sekarang”.
Delegasi Monev UNIDA bersama Dr. Ghozali dan Pemonev

Skenario pagi itu bukanlah skenario yang sudah saya prediksikan sebelumnya, dari dimarahi dan lain sebagainya. Justru beliau menasehati kami, bahwa kegiatan ini adalah pengalaman berharga bagi kami. Berbulan-bulan ketakutan yang saya khawatirkan ternyata diganti Allah dengan nasehat layaknya seorang bapak kepada anak-anaknya.

Nasehat beliau, ini merupakan amanah tanggungjawab kalian, dan harus ditunaikan. Harus maksimal juga, tidak boleh setengah-setengah. Bukan hanya nama kalian yang dipertaruhkan, namun nama fakultas, dan kampus juga. Masalah dana kalau perlu tidak perlu dibesar-besarkan, artinya dalam penelitian seperti ini kalau tidak ada dana ya tetep jalan, jangan malah tergantung dana. Hal pentingnya adalah kebermanfaatan kalian di masyarakat.

Kata-kata terakhir beliau adalah, saya amat senang kalian datang ke saya,. Selanjutnya beliau mengarahkan,  tentu laporan tetap harus dilaporkan, begitu juga didokumentasikan, semua berkas agar dijilid dan diperbanyak diserahkan ke fakultas dan prodi.

Sungguh saya sangat tidak menyangka kejadian pagi itu, semoga ini menjadi pelajaran saya pribadi dan kalian para pembaca. Allah-lah yang membolak-balikan hati hamba-hambanya, jika anda memiliki masalah maka perbaikilah hubungan anda dengan Allah dan sudah tentu Allah akan memperbaiki hubungan anda dengan orang lain. Sungguh Allah pembuat skenario terbaik.


Komentar

Postingan Populer