Sertifikasi Pelawak Talk #3

Beberapa waktu yang lalu saya melihat sebuah postingan akun Instagram @IndonesiaBertauhid yang isinya cukup mengagetkan. Berisi seorang komika (Stand Up Comedy) yang miskin materi sehingga harus membahas isu SARA ketika melawak.
Ilustrasi- Para pemeran ludruk, guyonan yang mengangkat tema kehidupan sehari-hari 


Yang saya maksud SARA disini adalah agama, ya agama Islam. Agama mayoritas di negeri ini.

Entahlah apa yang membuat manusia ini menghina agama Islam, mungkin dia tidak sadar atau bahkan menganggap remeh apa yang telah dia katakan itu.

Dalam tulisan ini saya tak ingin membahas materi yang disampaikan si komika tadi. Saya hanya ingin mencurahkan pendapat saya sebagai mahasiswa muslim.
Ilustrasi Hate Speech
Perlu disadari dalam berbuat tentu ada etika dan norma-norma tak tertulis yang harus ditaati. Melawak (stand up comedy) pun ada etikanya. Apalagi sampai membahas hal-hal tentang nilai-nilai agama (Islam khususnya), asusila, rasisme dan lain sebagainya.

Dunia Stand Up itu memiliki keunikan yakni para komika harus pandai membuat materi yang lucu namun bukan penampilan fisik dari komika yang dibuat lucu, jadi jarang kita temui komika yang menggunakan pakaian aneh, coret-coret wajah, dsb, karena memang efek lucu dihasilkan dari materi. Lucu juga bukan dari hinaan kepada orang lain atau kelompok lain, itu merupakan hal yang dilarang.

Disinilah tingkat kecerdasan komika diuji, apakah dia mampu memperhatikan hal-hal disekelilingnya atau isu-isu terkini sehingga dikemas dalam materi berupa cerita.

Saya ambil saja contoh komika lain Lies Hartono, yang lebih dikenal Cak Lontong. Tentu bagi penggemar Stand Up kita pasti tau, karena memang cukup sering tampil di acara TV.
Lies Hartono dikenal Cak Lontong
Materi Cak Lontong memiliki ciri khas yakni serius tapi nyeleneh, karena efek lucu berasal dari materi yang me-mleset-kan logika. Dengan wajah seriusnya ia mampu membuat penonton berfikir lalu tertawa. Bahkan tanpa harus berteriak-teriak.

Kalau saya perhatikan level materi seorang komika itu menunjukan kualitas otaknya. Ada komika yang kritis sehingga memang up-to-date ada juga yang memang miskin materi sehingga menghina agama seperti orang seperti diawal tadi.

Mungkin inilah saatnya pemerintah turun tangan agar orang bodoh tidak asal ngomong tentang agama orang lain. Inilah pentingnya sertifikasi, agar mem-filter sampah-sampah tak beradab.

Daripada men-sertifikasi ulama yang jelas membangun dan mengawal umat, lebih baik men-sertifikasi para pelawak.

Komentar

Postingan Populer