Bolehkah Kita Marah?

Semarang, 15 Agustus 2019

Manusia diciptakan dibumi sepaket dengan sifat-sifat yang melekat padanya. Salah satu sifat yang melekat pada manusia adalah sifat marah. Mungkin pernah kita temui teman atau seseorang yang memiliki sumbu pendek alias gampang marah hanya karena hal sepele atau sebaliknya kita juga pernah menemui orang yang sangat sabar hingga ia dihinapun tak muncul respon darinya.

Sumber: sadhguru.org


Sebenarnya marah dan sabar memiliki pembahasan tersendiri, namun dalam tulisan ini saya hanya ingin berbagi mengenai marah.

Terdapat pembagian marah yakni terpuji, tercela dan terlarang.
Marah yang terpuji hanya ada dua perkara saja, yaitu marah mempertahankan kehormatan dan marah mempertahankan agama.

Marah mempertahankan kehormatan ialah jika ada anggota keluarga kita dicemarkan, dihina dan direndahkan  orang, kita marah dan menuntut pembalasan hal ini diberi nama oleh ahli tasawuf dengan nama ghirah lissyaraf (cemburu menjaga kehormatan).

Sebaliknya orang yang tidak marah dengan keadaan ini, hanya diam maka ia disebut dayus. Kalimat dayus  itu berarti tebal telinga atau tidak ada hati. Islam meletakkan tanggungan anak dan istri kepada lelaki dan Islam juga memuji orang yang cemburu didalam menjaga istrinya. Cemburu mesti ada pada lelaki, supaya nasab dan turunanya tidak rusak.

Namun jika laki-laki sampai mengurung istrinya dan tak boleh mendapat cahaya matahari adalah cemburu yang tercela. Lelaki hendaknya memberikan pendidikan yang baik kepada pasanganya agar mampu menjaga kehormatan dirinya.

Adapun pergaulan barat disertai dansa, minuman keras dan pertemuan yang menyelimuti nasfu jangan sampai diteladani. Karena itu menghilangkan ghirah dan menimbulkan dayus. Keadaan itu menyebabkan lelaki kehilangan kuasanya terhadap anak dan istri sebab ia juga berbuat demikian dengan begitu hilanglah kehormatan diri.

Marah terpuji selanjutnya ialah marah mempertahankan agama.

Rasulullah saw memuji sahabat yang marah atau cemburu dalam mempertahankan agama, mereka amat keras terhadap orang yang ingkar dan sangat lemah lembut terhadap sesamanya.

Didalam menjalankan hukum Islam atas orang bersalah telah diingatkan dalam Al Quran agar jangan kenal kasihan didalam menjalankan hukum Allah.

Selanjutnya marah yang tercela ialah marah kepada hal yang boleh dimaafkan. Misalnya marah disebabkan piring dipecahkan oleh asisten rumah tangga. Disini marah tercela namun tidak terlarang, melainkan kembali kepada majikan tadi.

Marah selanjutnya adalah marah yang terlarang.

Kemarahan yang disebabkan takabbur, sombong, congkak, kebanggaan, hasad, dengki dan berebut pengaruh. Terkadang kemarahan ini hanya untuk kepentingan diri bukan untuk agama.
Upaya menahan kemarahan ini adalah perlu memperbanyak maaf (hilm) dan banyak menahan hati (tahallum).

Hasil dari marah yang paling nyata ialah penyesalan. Sebab marah yang meluap-luap ialah penyakit gila yang singgah ditubuh kita. Hasil dari marah selanjutnya ialah berkurangnya kawan, bertambahnya benci, musuh bergembira, orang yang dengki kepada kita bertambah olokanya dan anak-anak suka mencemooh kita.

Diringkas dari “Tasawuf Modern” Prof. Hamka

Komentar

Postingan Populer