Tak melihat kemungkinan

Semarang, 5 Agustus 2019

“Jika kau melihat tak ada kemungkinan, maka segalanya adalah kepastian.”
Keinginan untuk menulis memori ini sudah cukup lama saya tunda, sekarang Senin 5 Agustus 2019 dan kejadian yang saya tulis adalah momen wisuda dan sebelum wisuda. Tepatnya pada 16 Juli 2019 kami keluarga besar Fakultas Syariah (FS) mengadakan acara Yudisium internal, menurut saya sih lebih tepatnya family gathering (famget) yah. Semua calon wisudawan/ti dari FS berkumpul di Hall CIOS dan kami mengundang seluruh dosen FS.



Saya mendapat tugas menjadi koordinator acara ketika itu. Alhamdulillah disela-sela kesibukan karantina calon wisudawan/ti kami dapat sukses melaksanakan acara ini. Jujur saya kaget karena banyak sekali dosen yang hadir di acara ini. Acara famget ini bukan acara pertama yang kami handle yah, jadi kami tau persis siapa aja dosen yang biasa dateng ke acara fakultas.

Kalau ngga salah hitungan saya ada lebih 30 dosen dan staf fakultas yang hadir. Acara diawali dengan hymne, tilawah, sambutan2, pembacaan wisudawan/ti teladan, perfotoan dan ramah tamah di resto UNIDA.

Nah momen antara perfotoan dan ramah tamah ini yang ingin saya abadikan disini. Setelah banyak mengambil gambar baik selfie, groufie, sampai foto sendiri untuk foto profil whatsapp saya menemui Bu Martha, beliau adalah dosen hukum yang mumpuni banget, lolos cakim, menguasai hukum acara perdata pidana, teori-teori hukum dan sangat aktif mengikuti isu-isu hukum lokal maupun nasional. Beliau mengajar kelas saya sejak semester 5 kalau ngga salah. Sangat ramah dan alhamdulillah sempat beberapa kali silaturrahim kerumah beliau di Ponorogo.

Membuka pembicaraan tentu saya meminta maaf sebagai mahasiswa atas segala kesalahan selama ini baik yang sengaja maupun tidak.

Kemudian saya ditanya “Habis ini mau kemana Berryl?”
Saya jawab bismillah rencana mau mencoba Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) bu, pengen jadi pengacara.

“Oh gitu, lha rencana ikut dimana?”

InsyaAllah ikut di Semarang bu, paling tidak ada tiga universitas yang sudah saya catat mengadakan PKPA di Semarang,ada UNDIP, Universitas Semarang, dan UNISBANK. Cuma yang kayanya menjadi kendala itu ijazah bu, kebetulan fakultas lama itu ijazah tidak segera keluar dan itu merupakan salah satu syarat untuk bisa ikut PKPA.

“Kalau gitu coba aja ikut disini, di IAIN ada PKPA APSI, kan banyak kenalan juga disana, atau kalau mau PERADI ada juga di Madiun. Nanti bisa magang disini juga kan ada dosen UNIDA yang sudah punya kantor advokat. Kan ngga lama juga PKPA disini paling 2-3 bulan, kalau tahun depan itu sudah ikut aturan baru yang seperti notaris itu.  Dan di Semarang apa sudah ada kenalan to?”

"Oh seperti itu bu, ya nanti saya pikir-pikir dulu bu, kebetulan rencana saya sejak semester tujuh memang ingin ikut di Semarang saja agar bisa jaga orang tua juga. Kalau kenalan memang belum ada sih bu."

Itu dialog singkat yang lumayan membuat saya deg deg ser , sebuah tawaran yang tidak mudah bagi saya. Keinginan untuk PKPA sudah saya tuliskan sejak semester tujuh lalu, restu orang tua juga sudah saya dapat. Namun kekhawatiran tak kunjung hilang, salah satunya adalah tempat PKPA dan tempat magang setelah itu. Jujur aja di Semarang memang belum ada kenalan advokat, dosen hukum atau kawan fakultas hukum yang minat menjadi advokat.

Mendapat tawaran seperti diatas tentu menggiurkan saya. Di akhir saya putuskan untuk tidak mengambil tawaran tersebut karena alasan mendasar saya memang ingin pulang terlebih dahulu setelah merantau sembilan tahun dari kampung halaman untuk menemani orang tua, saya yakin Allah punya rencana buat saya. Memang tidak terlihat atau memang belum terlihat hingga saat ini.

Kalau diingat lagi, sebelum tawaran ini ada dua tawaran lagi yang tidak saya ambil. Pertama tawaran untuk menjadi staf disalah satu biro kampus, cukup besar dan nyaman namun saya tidak ada keinginan untuk kesana.

Tawaran kedua adalah untuk mengikuti program singkat untuk belajar intensif di kampus namun bukan program S2 dan memang bergengsi, mengingat peserta yang hadir dari seluruh Indonesia, pengajar yang dihadirkan juga pakar-pakar dari seluruh Indonesia.

Naudzubillah dari riya’ saya menceritakan hal ini, hanya ingin berbagi kepada pembaca sekalian bahwa jika kita memiliki prinsip kita harus mengejarnya. Jalan itu banyak dan bermacam-macam namun kita tetap bisa menentukan jalan mana yang akan kita ambil. Kalau semua ikhtiyar sudah dilakukan maka sisanya biar Allah yang menentukan.

Saat ini memang kemungkinan untuk menjadi advokat belum terlihat, namun jika kemungkinan itu tak ada maka semua jalan adalah kepastian.

Komentar

Postingan Populer